Aroma Busuk Cukai Bodong di Sumenep: PR Maghfiroh Jaya, Pabrik Fiktif Penebus Pita?

OKENEWS.ID, Sumenep — Di tengah hiruk pikuk industri hasil tembakau, sebuah nama mencuat dari pelosok Sumenep, Jawa Timur: PR Maghfiroh Jaya. Bukan karena inovasi rokoknya, melainkan karena aroma amis dugaan praktik culas yang bisa jadi merugikan negara miliaran rupiah. Pabrik rokok ini, yang resmi terdaftar pada akhir 2022, ditengarai kuat hanya menjadi kedok. Sebuah alamat fiktif untuk melancarkan jual-beli pita cukai, tanpa sekalipun mengucurkan sebatang pun rokok dari dapurnya.

Investigasi tim kami ke Dusun Sumber Pandan, Guluk Manjung, Bluto, lokasi terdaftar PR Maghfiroh Jaya, bak menyusuri gurun pasir mencari oase. Tak ada geliat produksi. Tak ada mesin giling tembakau. Tak ada tumpukan bahan baku. Bahkan, secuil pun jejak pekerja yang menggarap sigaret keretek tangan (SKT) maupun mesin (SKM) tak kami temukan. Alih-alih pabrik rokok, yang terpampang hanyalah bangunan senyap yang tak lebih dari sekadar tempelan administratif.

Pita Cukai Menguap, Cuan Harap Didapat?
Ironisnya, di tengah ketiadaan produksi nyata, PR Maghfiroh Jaya disebut-sebut tetap aktif menebus pita cukai. Padahal, Bea Cukai punya aturan tegas: pita cukai hanya boleh ditebus jika ada kegiatan produksi nyata dan produk siap edar. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan mekanisme krusial untuk mengamankan penerimaan negara dari sektor cukai. Pertanyaannya, jika rokok tak diproduksi, lantas ke mana larinya ratusan, atau mungkin ribuan, keping pita cukai yang sudah ditebus itu?

Beberapa sumber internal mengendus ada praktik “penguapan” pita cukai. Artinya, pita-pita berharga itu diduga diperdagangkan di pasar gelap, ditempelkan pada rokok ilegal, atau bahkan dimusnahkan demi menghindari pajak yang seharusnya dibayarkan. Ini jelas pelanggaran serius yang menggerogoti kas negara dan menciptakan persaingan tidak sehat di industri rokok. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yang telah diubah dengan UU Nomor 39 Tahun 2007, gamblang menyatakan: penyalahgunaan pita cukai adalah tindak pidana serius. Ancaman pidana penjara hingga lima tahun menanti mereka yang berani memperdagangkan pita cukai tanpa hak.

Bea Cukai Bungkam, Kejahatan Terus Berjalan?
Ketika dugaan ini mencuat, Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai setempat memilih bungkam. Namun, seorang pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang tak mau disebut namanya, membenarkan bahwa praktik semacam ini adalah pelanggaran fatal. “Pabrik wajib produksi. Jika tidak ada kegiatan produksi, tapi tetap menebus pita cukai, itu pelanggaran. Bisa dikenai sanksi administrasi atau bahkan pidana,” tegasnya, seolah melempar bola panas ke otoritas berwenang.

Melihat fakta-fakta di lapangan dan pengakuan internal, dugaan bahwa PR Maghfiroh Jaya hanyalah ‘pabrik hantu’ untuk mengakali sistem cukai kian kuat. Publik menanti ketegasan aparat penegak hukum. Apakah kasus ini akan ditelusuri tuntas, ataukah dugaan penyalahgunaan pita cukai ini akan kembali menguap begitu saja, menambah daftar panjang kerugian negara akibat praktik ilegal? Investigasi mendalam tak bisa ditawar lagi. Sumenep menanti jawaban, dan negara menuntut keadilan atas potensi kebocoran penerimaan yang tak bisa dianggap remeh.

(day/adi).

Comment