Kumpulkan Bukti Baru Dalam Kajian Hukum, DPRD Siap Makzulkan Bupati Pamekasan?

OKENEWS.ID, Pamekasan – Isu pemakzulan terhadap Bupati Pamekasan tampaknya bukan lagi sekadar wacana politik. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kini bergerak lebih jauh dengan mengumpulkan bukti tambahan dan melakukan telaah hukum atas dugaan pelanggaran serius yang disuarakan oleh aktivis Ach. Suhairi.

Langkah ini menandai perubahan signifikan: dari sekadar desakan publik menjadi agenda resmi lembaga legislatif. Ketua DPRD Pamekasan, Ali Maskur, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima enam bukti baru yang diajukan Suhairi dan tengah dikaji secara mendalam oleh bagian hukum dan pemerintahan.

> “Kami tidak ingin gegabah. Semua bukti akan diverifikasi agar langkah politik DPRD tidak melanggar aturan dan memiliki dasar kuat,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).

Namun di balik kehati-hatian itu, sumber internal di dewan menyebut adanya tekanan moral dari publik agar DPRD tidak sekadar menampung aspirasi, tapi benar-benar menindaklanjuti dugaan penyimpangan yang menyeret nama bupati.

“Kalau DPRD berhenti di kajian, publik akan menilai lembaga ini takut menegakkan kebenaran,” kata salah satu anggota dewan yang enggan disebut namanya.

Sementara itu, Ach. Suhairi, penggagas gerakan pemakzulan, menegaskan bahwa dokumen yang diserahkan bukan sekadar opini.

“Kami membawa data resmi, dokumen peraturan yang ditandatangani bupati sendiri, tapi kemudian dilanggar oleh kebijakan berikutnya. Ini soal integritas kepala daerah,” tegasnya.

Suhairi menilai, dugaan pelanggaran sumpah jabatan dan penyimpangan terhadap produk hukum daerah merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang tidak bisa diabaikan.

“Kalau DPRD membiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan daerah. Publik akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem yang ada,” ujarnya.

Ali Maskur menjelaskan, mekanisme pemakzulan tidak bisa dilakukan sembarangan. Setidaknya, satu fraksi harus mengajukan inisiatif resmi dan didukung minimal tujuh anggota dewan. Selain itu, paripurna harus dihadiri dua pertiga dari total anggota DPRD atau sekitar 30 orang agar sah secara konstitusional.

“Kami akan memanggil semua fraksi dan Komisi I untuk membahas konteks hukum serta potensi pelanggaran,” tambahnya.

Pertemuan antara DPRD dan Suhairi juga membahas kemungkinan penggunaan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat sebagai jalur formal menuju proses pemakzulan. Tiga hak tersebut menjadi alat konstitusional DPRD untuk memeriksa dan menilai kebijakan kepala daerah.

Rapat lanjutan dijadwalkan digelar pada akhir Oktober, di mana setiap fraksi akan diminta menyatakan sikap.

“Kami tidak ingin forum ini eksklusif. Semua fraksi harus tahu persoalan substansinya,” ujar Ali.

Gerakan yang dimotori Suhairi kini menjadi sorotan utama di Pamekasan. Banyak kalangan masyarakat sipil mendukung langkah DPRD, menilai inilah momentum bagi lembaga legislatif menunjukkan keberpihakan kepada publik, bukan pada kekuasaan.

“Ini bukan serangan pribadi, tapi koreksi terhadap arah pemerintahan yang dinilai menyimpang. Kalau DPRD berani bersikap, itu artinya mereka berdiri bersama rakyat,” pungkas Suhairi. (*).

Comment