OKENEWS ID, SUMENEP – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Taretan Legal Justitia menyoroti fenomena langkanya LPG 3kg dan mendesak Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk segera membuat regulasi distribusi yang berpihak pada masyarakat miskin.
Pasalnya, Kelangkaan gas Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram yang terjadi di berbagai daerah menimbulkan dampak serius bagi masyarakat, terutama rakyat kecil yang bergantung pada gas subsidi ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Gas elpiji 3 kg ini sering kali menjadi pilihan utama bagi kalangan masyarakat dengan penghasilan rendah, karena harganya yang lebih terjangkau dibandingkan dengan gas non-subsidi.
Ketika gas langka dan harganya melonjak, ini tentu saja menambah beban biaya operasional masyarakat menengah ke Bawah. Beberapa usaha bahkan terpaksa menghentikan operasionalnya karena kesulitan mendapatkan pasokan gas.
Direktur LBH Taretan Legal Justitia, Zainurrozi, mengatakan bahwa harga gas LPG melon di lapangan kini menembus angka Rp25.000 hingga Rp30.000 per tabung. Kondisi ini dinilai sangat memberatkan masyarakat kurang mampu, terutama di wilayah pedesaan yang paling terdampak.
“Harga gas LPG melon saat ini sudah tidak masuk akal. Rakyat miskin yang seharusnya menjadi penerima subsidi justru kesulitan mendapatkannya, baik karena langka maupun mahal. Ini harus disikapi serius oleh Pemkab Sumenep,” kata Zainurrozi dalam keterangannya, Selasa (11/6/2025).
Harga elpiji non-subsidi yang relatif lebih tinggi, menyebabkan banyak konsumen, terutama dari kalangan menengah ke atas, beralih menggunakan gas elpiji 3 kg yang lebih murah. Akibatnya, banyak masyarakat mampu—bahkan Aparatur Sipil Negara (ASN)—ikut menikmati gas bersubsidi yang seharusnya ditujukan bagi kalangan miskin, sehingga menyulitkan masyarakat yang benar-benar membutuhkan gas bersubsidi.
“Selama ini tidak ada aturan resmi di Sumenep tentang siapa yang berhak membeli gas LPG 3 kg. Di lapangan, dapur ASN saja masih pakai gas melon. Ini jelas tidak tepat sasaran,” ujarnya tegas.
Sebagai solusi yang solutif, Zainurrozi mengusulkan agar Pemkab Sumenep segera menyusun sistem distribusi berbasis pendataan riil. Salah satu langkah yang bisa diterapkan adalah penerapan kartu kendali atau kartu pembelian resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada masyarakat miskin.
“Setiap keluarga miskin harus memiliki kartu pembelian resmi yang hanya bisa digunakan untuk membeli LPG melon. Tanpa kartu itu, tidak boleh membeli. Satu kartu untuk satu kepala keluarga. Ini cara sederhana agar subsidi tepat sasaran,” ungkapnya.
“Aturan tanpa pengawasan akan tetap melahirkan masalah. Pemkab harus siap melakukan kontrol yang ketat jika ingin subsidi LPG benar-benar sampai ke rakyat miskin,” tutup Zainurrozi.
Pewarta: Faiz
Comment