By: Ahmadi Muni
OKENEWS.ID, SUMENEP – Mutasi jabatan di tubuh Pemkab Sumenep seharusnya menjadi kabar baik—penyegaran, penataan ulang birokrasi agar lebih gesit dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Tapi sayangnya, yang beredar justru kabar tak sedap. Ada dua aroma yang menguar sebelum surat keputusan diteken: aroma kekeluargaan, dan aroma balas budi politik. Keduanya beracun.
Bayang-bayang sang paman, yang dikenal luas sebagai figur dominan di lingkar kekuasaan, kabarnya terlalu panjang menjulur ke dalam dapur pemerintahan. Dalam politik, paman bukan sekadar kerabat—ia bisa menjadi simbol dari penyakit lama: nepotisme. Jika kekuasaan mulai tunduk pada relasi darah ketimbang kualitas sumber daya, maka publik berhak resah. Bupati bukan sedang memimpin, tapi sedang digiring.
Yang kedua tak kalah berbahaya: balas jasa kepada para loyalis Pilkada. Pejabat-pejabat yang dahulu berjibaku memenangkan kekuasaan, kini berharap mendapat “bayaran” berupa kursi empuk di jabatan strategis. Kita tahu, ini bukan praktik baru. Tapi jika terus dipelihara, maka birokrasi akan kehilangan ruhnya: meritokrasi.
Pejabat birokrasi bukan pasukan pemenangan. Mereka adalah pelayan rakyat. Ketika mereka dipilih bukan karena kemampuan, melainkan karena jasa masa lalu, maka rakyatlah yang sesungguhnya sedang dikorbankan.
Bupati Sumenep punya kesempatan membuktikan bahwa ia bukan boneka kekuasaan keluarga, dan bukan juga mandor proyek politik lima tahunan. Profesionalisme dalam mutasi ini bukan sekadar etika, tapi harga diri pemerintahannya. Jika ia menyerah pada tekanan dari dalam, maka sejarah hanya akan mencatat namanya sebagai bupati yang gagal menjadi tuan atas rumahnya sendiri.
Kita tidak butuh pejabat yang dekat, kita butuh pejabat yang bisa kerja. Jangan biarkan birokrasi menjadi panggung drama keluarga atau ladang balas jasa. Jika jabatan diberikan bukan pada yang mampu, maka itu bukan mutasi. Itu adalah transaksi.
Dan Sumenep, terlalu berharga untuk dijadikan korban dari politik transaksional yang dikemas dalam bungkus silaturahmi atau loyalitas.
(*)
Comment