Rugikan Negara 114 Miliar, Polda Jatim Tetapkan 3 Tersangka Kasus Ruislag 17 Hektar Di Sumenep

Oke News, Surabaya, Kamis 6 Juni 2024- Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tukar guling tanah (ruislag) di tiga desa di Kabupaten Sumenep, Madura. Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur PT SMIP (HS), pegawai BPN (MH), dan Kepala Desa (MR).

Kapolda Jatim, Irjen Pol Imam Sugianto yang diwakili oleh Kabid Humas Polda, Kombes Pol Dirmanto, membuka konferensi pers yang didampingi oleh Kasubdit III Tipidkor, AKBP Edy Herwiyanto, di Gedung Bidhumas Polda Jatim pada Rabu, 5 Juni 2024 siang.

Kasus ruislag ini melibatkan tanah seluas sekitar 160.525 meter persegi atau hampir 17 hektar yang terjadi pada tahun 1997. Berdasarkan penilaian BPKP Kabupaten Sumenep, kerugian negara mencapai Rp 114.440.000.000 dengan Tanah Kas Desa (TKD) di Desa Talango, Desa Cabbiya, dan Desa Kolor.

“Tahapan saat ini, Subdit Tipidkor menetapkan 3 orang tersangka yakni Direktur PT SMIP (HS), pegawai BPN (MH), dan Kepala Desa (MR),” ungkap AKBP Edy Herwiyanto, Kamis (6/5/2024).

Menurut Edy, tersangka HS menggantikan tanah yang ditukar dengan tanah di Pabrasan, yang ternyata fiktif. Pada tahun 2015, masyarakat mengadukan perkara tersebut ke Polda Jatim. Penyelidikan Subdit Tipidkor mengungkap bahwa tanah tersebut milik warga di tiga desa tersebut.

“Kita cek awal kasus ruislag ini antara Direktur PT SMIP dengan warga. Kita telusuri mulai dari akta jual beli (AJB) yang tidak terregister baik di PPAT maupun pihak Kecamatan. Ternyata semua fiktif alias tidak ada,” tegas Edy.

HS dinyatakan melanggar aturan karena telah memalsukan dokumen atas proses peralihan tanah yang tidak sesuai prosedur antara PT SMIP dengan pihak desa. Kedua tersangka lainnya masih dalam proses pendalaman keterangan.

“Subdit Tipidkor juga dilayangkan gugatan praperadilan oleh Direktur PT SMIP, namun Pengadilan menolak gugatan tersebut,” lanjut Edy.

Setelah ditolak Pengadilan, HS tetap menjual obyek tanah dan mengajukan beberapa dokumen sertifikat kepada BPN Kabupaten Sumenep. HS juga memberikan uang kepada ketiga kepala desa atas tanah pengganti yang disewanya, namun ketiga kepala desa tersebut mengaku tidak mengetahui lokasi tanah pengganti tersebut.

“Kami juga meminta keterangan kepada ketiga Kades itu. Mereka tidak mengerti obyek tanah pengganti itu letaknya di mana. HS juga tidak mengetahui obyek tanah itu. Kami cek di Pemkab Sumenep, tanah dari ketiga desa itu belum terdaftar sebagai tanah kas desa,” tutup Edy.

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengatur ancaman hukuman paling singkat 4 tahun dan paling lama seumur hidup, atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang juga telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengatur ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00. (M.Soleh)

Komentar