OKE NEWS, SUMENEP-Siapa yang tak tergiur dengan tumpukan uang miliaran rupiah. Hanya saja tumpukan uang senilai Rp 2 miliar 680 juta ini, merupakan hasil korupsi yang disita Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, sebagai barang bukti kasus pengadaan kapal fiktif oleh PT Sumekar BUMD Pemkab setempat.
Penampakan tumpukan uang miliaran rupiah hasil dugaan korupsi ini, dinilai sangat menyakitkan warga Sumenep yang saat ini tengah kesulitan ekonomi. Bagaimana tidak sakit hati uang negara yang semestinya dinikmati rakyat malah dijadikan banjakan oleh oknum tertentu.
Tumpukan uang miliaran tersebut berasal dari tersangka HM (66) dan SK (59). Keduanya Direktur dan Komisaris PT Fajar Indah Lines penyedia Kapal fiktif oleh PT Sumekar BUMD Pemkab Sumenep.
“Uang tersebut menjadi barang bukti dalam persidangan setelah berkas perkaranya nanti kami limpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya,” jelas Kajari Sumenep Trimo, Senin (19/6/2023).
Untuk sementara, uang tersebut akan dititipkan di salah satu Bank Nasional di Sumenep dan akan dikembalikan ke kas negara ketika kasus korupsi tersebut inkrach.
Kata Trimo, dengan dilakukannya pengembalian kerugian negara ini, menunjukkan itikad baik dari tersangka untuk mengikuti proses hukum.
“Meskipun dilakukan pengembalian, perkara tetap berjalan, hanya bisa meringankan dakwaan dalam persidangan nanti,” tegasnya.
Sementara itu penasihat hukum HM dan SK yakni Suryadani mengatakan, pengembalian uang tersebut oleh kliennya merupakan bentuk dukungan penegakan hukum.
“Ya itu saja untuk mendukung penegakan hukum di Indonesia sebagai warga negara Indonesia,” ujarnya singkat.
Seperti diberitakan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kapal fiktif oleh PT Sumekar BUMD Pemkab Sumenep tahun 2019 lalu, Korps Adhyaksa sudah menetapkan 5 tersangka.
Mereka ialah AS, MS, AZ dan terbaru HM bersama isterinya SK. Untuk AS berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya dan sudah disidangkan.
Sedangkan MS dalam proses penyidikan meninggal dunia, sementara AZ sudah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) karena tidak pernah hadir dalam pemanggilan pemeriksaan selama 3 kali.
Kasus ini menelan anggaran sebesar kurang lebih Rp 8 miliar untuk pengadaan Kapal tahun 2019 lalu. Namun hingga saat ini tidak ada wujudnya.(mat)
Komentar