OKENEWS.ID, SUMENEP, – Sorotan publik terhadap dugaan korupsi dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun anggaran 2024 di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, terus menguat. Kali ini, dorongan untuk mengusut tuntas kasus tersebut datang dari kalangan akademisi hukum.
Duta Fakultas Hukum dan Politik (FHP) Law School, Moch Thoriqil Akmal, angkat bicara. Ia secara tegas meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep untuk tidak bermain setengah hati dalam menelusuri dugaan praktik korupsi pada program yang berada di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut.
“Kejaksaan harus menunjukkan keberpihakan pada rakyat. Program ini menyangkut hajat hidup masyarakat kecil, jangan sampai jadi lahan bancakan,” tegas Thoriqil.
Program BSPS adalah program strategis nasional yang ditujukan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar memiliki rumah layak huni melalui pendekatan stimulan swadaya. Namun di Sumenep, program ini justru disorot karena diduga menjadi ajang bancakan anggaran.
Dari penelusuran lapangan sejumlah lembaga dan awak media, ditemukan beberapa kejanggalan mulai dari penunjukan kelompok penerima bantuan yang tidak transparan, dugaan pemotongan anggaran, hingga kualitas pembangunan yang tidak sesuai standar.
Thoriqil menilai, persoalan BSPS di Sumenep ini bukan lagi sekadar isu administratif, melainkan telah menyentuh aspek pidana. Oleh karena itu, ia menuntut Kejari Sumenep untuk bergerak cepat dan menyeluruh dalam melakukan penyelidikan.
“Saya minta Kejari periksa semua yang diduga terlibat, mulai dari aspirator, kepala daerah, sampai pelaksana di lapangan,” ujarnya.
Menurutnya, tidak boleh ada kesan tebang pilih dalam proses penegakan hukum, terlebih lagi bila ada pihak-pihak tertentu yang diduga punya kedekatan politik atau kekuasaan.
“Kalau Kejari berani membongkar semuanya, itu akan menjadi preseden baik. Tapi kalau hanya menyasar pihak kecil, masyarakat akan kecewa,” tambahnya.
Isu yang beredar menyebut bahwa pelaksanaan BSPS 2024 di Sumenep melibatkan beberapa pihak yang memiliki kedekatan politik dengan kekuasaan lokal. Beberapa nama yang disebut sebagai aspirator proyek berasal dari kalangan legislatif dan tokoh partai politik.
Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak Kejari terkait daftar pihak yang tengah diperiksa, Moch Thoriqil menegaskan bahwa intervensi politik dalam proyek BSPS harus diusut, sebab menjadi sumber dari segala masalah teknis di lapangan.
“Kalau aspirator ini bermain dalam teknis pelaksanaan, lalu muncul praktik pemotongan atau markup, maka jelas ini sudah masuk wilayah pidana,” ujarnya.
Thoriqil juga memberi peringatan keras kepada Kejaksaan agar tidak bermain “dua kaki” dalam kasus ini. Ia meminta agar tidak ada upaya penyelesaian di luar hukum, apalagi sampai terjadi kompromi yang merugikan proses keadilan.
“Saya ingatkan Kejari, jangan ada penyelesaian di bawah meja. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” katanya.
Ia menambahkan bahwa masyarakat sekarang tidak lagi bisa dibodohi. Kasus-kasus korupsi yang ditangani setengah hati hanya akan memperkuat kecurigaan bahwa hukum di Sumenep belum tegak lurus.
Moch Thoriqil Akmal mengakhiri pernyataannya dengan harapan agar Kejaksaan Negeri Sumenep menjadi simbol keadilan, bukan sekadar institusi birokratik. Ia mengatakan, kasus BSPS ini bisa menjadi momentum pembuktian bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah tapi juga tegas ke atas.
“Kita tidak ingin program untuk rakyat miskin dijadikan proyek basah. Kalau ini dibiarkan, maka ke depan tidak ada lagi yang percaya pada program pemerintah,” tegasnya. (day/adi).
Comment