Premanisme di Pasar Pamolokan Sumenep Lakukan Pungli? Resahkan Pedagang Sapi

OKENEWS.id, SUMENEP – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di Pasar Sapi Desa Pamolokan, Kecamatan Kota Sumenep, tengah menjadi sorotan tajam. Sejumlah pedagang mengeluhkan adanya tarif tidak resmi yang dipungut saat mereka hendak memasukkan hewan ternak ke area pasar.

Menurut pengakuan salah satu pedagang, pungutan tersebut bervariasi tergantung pada ukuran hewan ternak.

“Kami dipungut Rp10.000 per ekor untuk sapi kecil, sedangkan sapi besar bisa mencapai Rp20.000,” ujarnya, dengan permintaan agar identitasnya dirahasiakan.

Pedagang tersebut menyesalkan kondisi ini, mengingat pasar seharusnya dikelola secara profesional oleh pemerintah desa.

“Ini jelas merugikan kami. Kami berharap ada tindakan tegas dari pemerintah desa maupun aparat penegak hukum,” imbuhnya.

Dia menambahkan, prilaku tersebut terkesan sama halnya dengan preman.

“kalau gak dikasih, iya kami tidak boleh membawa sapi ke area pasar, sehingga terpaksa harus bayar” jelasnya.

Menanggapi keluhan tersebut, Sekretaris Desa Pamolokan, Weweng, menjelaskan bahwa tarif resmi retribusi pasar sapi sudah ditetapkan melalui Peraturan Desa, yakni sebesar Rp10.000 per ekor, tanpa membedakan ukuran atau jenis hewan.

“Kami tidak mentolerir adanya pungutan liar. Jika terbukti ada oknum yang menarik pungutan melebihi ketentuan, kami akan bertindak tegas, termasuk pemberhentian petugas terkait,” tegas Weweng.

Ia juga mengimbau para pedagang untuk melaporkan langsung ke kantor desa jika menemukan pungutan yang tidak sesuai ketentuan.

Sorotan juga datang dari aktivis masyarakat Sumenep, Dayat Mahjong. Ia menilai bahwa praktik pungli seperti ini dapat mencoreng wajah pemerintahan desa jika dibiarkan.

“Pungutan yang tidak berdasarkan Perdes atau aturan yang sah dapat dikategorikan sebagai pungli dan dapat diproses secara hukum,” ujarnya.

Menurutnya, aparat penegak hukum harus segera turun tangan agar pengelolaan fasilitas publik seperti pasar desa tidak menjadi ladang pungutan semena-mena.

“Jika ini dibiarkan, akan jadi preseden buruk. Bukan hanya untuk Pamolokan, tapi juga untuk desa-desa lain,” pungkas Dayat.(day/adi)

Comment